

Tulisan kata penyambutan inilah yang kita baca, saat akan memasuki perbatasan wilayah kabupaten luwu timur.
Kabupaten luwu timur, dulunya adalah bahagian dari kabupaten luwu, dimana pusat pemerintahanya berada di palopo, yang saat ini telah berubah jadi kota palopo, namun dengan adanya pemekaran daerah, maka toko-toko masyarakat di lima kecamatan, yaitu kecamatan malili, mangkutana, wotu, nuha, dan kecamatan tomoni, mendesak kepada pemerintah provinsi sulawesi selatan, dan pemerintah pusat, agar daerah mereka dimekarkan.
Setelah melalui perjuangan panjang berbagai elemen, termasuk mahasiswa yang mewakili lima kecamatan tersebut, akhirnya kerja keras mereka membuahkan hasil, dan jadilah kabupaten luwu timur, dimana pusat pemerintahanya berada di kecamatan malili.

Bukan hanya pertambangan, namun kabupaten luwu timur, juga sangatlah ditunjang dengan komoditi hasil pertanian, perkebunan dan hasil laut, belum lagi area hutan yang sangat lauas, juga menjadi salah satu penunjang daerah tersebut.
Selain memiliki kekayaan alam seperti tambang, pertanian, perkebunan, perikanan, dan hutan yang luas, kabupaten luwu timur, juga dihiasi dengan berbagai tradisi adat dan budaya.
Demikian juga dengan keindahan alam, luwu timur juga memiliki banyak tempat objek wisata, salah satunya di kecamatan nuha, atau lebih populer dengan nama Sorowako.


Kabupaten luwu timur, dihuni oleh berbagai macam suku, namun hampir sebagian besar penduduknya adalah suku bugis, selebihnya adalah orang toraja, jawa, bali dan suku padoe.
Walaupun dihuni beraneka ragam suku serta bermacam-macam keyakinan agama, namun masyarakat luwu timur, sangatlah menghargai yang namanya toleransi beragama, dan tidak mempermasalahkan perbedaan asal usul.

di kabupaten luwu timur, juga ada salah satu komonitas masyarakat adat dongi, yang kebanyakan dari mereka bermukim di daerah hutan dan pegunungan, dimana selama ini masyarakat adat dongi, mengklaim dirinya adalah penduduk asli nuha.
Menurut sejarah masyarakat adat dongi, kata dongi itu diambil dari nama buah dengeng, yang pohonya banyak tumbuh di hutan-hutan wilayah luwu timur. dimana moyang mereka dahulu, bertempat tinggal di sekitar hutan yang bayak di tumbuhi pohon dongi, dan mereka melakukan kehidupan sistim bercocok tanam.
Jika kita cerrmati bahasa sehari-hari yang digunakan masyarakat adat dongi, sangatlah berbeda dengan bahasa yang digunakan, oleh masyarakat atau suku dibeberapa daerah lain di sulawesi selatan, baik dari dialek dan intonasi katanya.
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat dongi, lebih mendekati bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku pamona di provinsi sulawesi tengah, demikian juga dengan tradisi adat dan budaya mereka juga ada kemiripan.

Adanya kemiripan baik bahasa dan adat istiadat masyarakt dongi dengan suku pamona, dikarenakan wilayah kecamatan nuha, letaknya pas perbatasan dengan daerah bungku, sulawesi tengah.
Dengan masuknya perusahaan tambang di kecamatan nuha, sejak puluhan tahun lalu, keberadaan perkampungan masyarakat adat dongi, nyaris tak terlihat lagi, hal ini diakibatkan tanah yang mereka jadikan dulunya sebagai perkampungan, dimana komunitas dongi berkumpul, sedikit demi sedikit, digilas oleh kendaraan alat berat milik perusahaan pertambangan.


2 komentar:
Salam kenal dari kami pecinta mangrove Indonesia. Kami concern dengan artikel yang ditampilkan. Semoga bisa mendapatkan jalan keluar yang baik. Salam MANGROVER!
tabe'
pembahasannya lebih dalam lagi dong, so! selain nilai iklan wisata juga jadi data awal sebuah pembelajaran yang memiliki nilai pendidikan,
utamanya situs - situs purbakala yang sulit di brwose...
pa lagi situs tua di soppeng tuhhh
mariki di,
Posting Komentar