Jumat, 25 Januari 2008

Ade" karampuang ko bulu"he Sinjai

KARAMPUANG.
Adalah kawasan adat di kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, yang tidak banyak dikenal luas. Namun ternyata, Karampuang adalah sebuah desa yang sudah ada sejak puluhan ribu tahun lalu, hal ini dapat kita lihat dari Berbagai situs peninggalan sejarah leluhur orang karampauang, yang menjadi misteri dan belum dapat terungkap sepenuhnya.

Dengan menempuh perjalanan sekitar satu jam dari pusat kota kabupaten sinjai, dimana desa karampuang letaknya berada di bebukitan yang ketianggianya sekitar seribuh meter dari permukaan laut.

Desa karampuang yang hanya di huni sekitar 70 kepala keluarga, dimana masyarakatnya begitu, mengutamakan hidup harmonis.

Masyarakat adat Karampuang cenderung masih sangat tertutup, Bagi mereka dunia luar bisa merusak adat dan tradisi yang mereka jaga selama puluhan ribu tahun.

Karampuang adalah desa purba yang sudah ada sejak zaman megalitik atau zaman batu, sebagai Bukti adalah goresan Situs purba bernama Manusia Kangkang.

Selain itu terdapat Kolam tua di desa karampuang, dimana kolam itu digunakan untuk memandikan balita, yang diyakini masyarakat karampuang, bila air melimpah dikolam, maka warga akan berebut memandikan bayinya, karena airnya akan membawa berkah.

Di desa karampuang juga terdapat ribuan makam purba yang usianya suda puluhan ribu tahun, serta situs yang dikeramatkan yaitu situs batu lapa, dimana masyarakat karampuang menyakini jika manusia pertama dibumi ini adalah berasal dari karampuang.

Konon ceritanya puluhan ribu tahun lalu, sosok seorang wanita atau dewi, yang disebut dengan to manurung, membuat satu istana dan membentuk masyarakat adat karampuang, setelah itu sang wanita "to manurung" kembali kelangit dimana awalnya ia berasal.

Mitos to manurung itulah, yang terus dipertahankan oleh masyarakat adat karampuang, dan dijadikan sebagai pemacu semangat sumber penggerak kehidupan mereka.

Kendati sudah berusia 14 abad, Toma Toa "rumah tua" masih berdiri kokoh. Seluruh kegiatan pemerintahan di Karampuang berpusat di rumah yang mereka sangat sakralkan ini.

Berbeda dengan rumah adat Bugis pada umumnya, yang lebih menonjolkan sifat ke laki-lakian, sebaliknya Toma Toa melambangkan keangunan dari sosok perempuan. Masyarakat Karampuang adalah matrilinial. Sesuatu yang unik dan langka di Sulawesi Selatan.

Begitu sakralnya rumah ini, bila ingin memperbaiki Toma Toa, mereka harus melakukan ritual tertentu. Tidak sebarang orang bisa tinggal di Toma Toa. Hanya pemangku adat.

Arung adalah pemimpin masyarakat adat Karampuang yang berhak tinggal di Toma Toa. Ia sangat disegani dan hanya sesekali berbicara.

Karena sepatah kata yang keluar dari mulutnya adalah kebijakan yang harus ditaati. Tentunya Arung tidak boleh cacat moral. Arung tidak sendiri dalam memimpin. Ia dibantu 3 pemangku adat lain, Salah satunya Gella.

Dimana Gella tinggal tidak jauh dari Toma Toa, bila Arung adalah raja, maka Gella adalah perdana menteri yang juga bertanggung jawab, soal hukum dan peradilan di Karampuang.

Di tangan Gella, ketertiban Karampuang terjaga. Ia tidak segan menghukum siapapun yang melanggar aturan adat yang berlaku.

Ada dua lagi yakni Sandro dan Guru. Sandro harus dijabat seorang wanita. Dialah yang mengatur soal kesejahteraan rakyat. Selain Sandro ada juga Guru yang mengatur soal pendidikan.

Keempat pemangku adat inilah yang mengatur jalan roda kehidupan di Karampuang. Mereka sangat dihormati, namun juga bertindak bijaksana. Masyarakat Karampuanglah yang memilih mereka dan pada waktu tertentu masyarakat pula yang akan menggantinya. Biasanya 40 tahun sekali.

Setiap memasuki musim tanam padi, masyarakat Karampuang menggelar hajatan besar yang mereka namakan mapugao hanuai, hajatan menyambut masa bercocok tanam setelah mereka menikmati panen berlimpah.

Tradisi adat istiadat masyarakat karampuang, hanyalah sebagian dari objek yang ada di kabupaten sinjai, selain itu masyarakat yang bermukim di daerah pesisir juga mempunyai tardisi yang di beri nama marimpa salo, dimana tradisi marimpa salo digelar untuk merayakan panen hasil laut.

Tradisi marimpa salo digelar masyarakat yang bermungkim di daerah pesisir pantai sinjai utara, dan sinjai timur, dimana setiap tahunya mereka mengelar acara tradisi menghalau ikan dari hulu hingga ke muara sungai.

Saat perayaan marimpa solo digelar, juga dibarengi dengan pementasan tari appadekko yang menggambarkan ritual masyarakat nelayan, menikmati hasil tangkapan ikan, selain itu juga diselingi dengan ketangkasan adu silat, sebagai ungkapan kegembiraan masyarakat pesisir, setelah mereka menikmati hasil tangkapan selama setahun mereka berjuang mencari nafkah di lautan lepas.

Kabupaten sinjai yang dihuni oleh komunitas suku bugis, memiliki banyak aneka ragam tradisi adat dan budaya, serta di hiasi beberapa lokasi objek wisata, diantaranya sembilan pulau kecil yang tersebar di perairan laut sinjai.

Selain itu juga terdapat objek wisata situs purbakala yang lokasinya berada di bebukitan, yaitu objek wisata gojeng atau batu page, dimana terdapat banyak batu situs peninggalan raja-raja, dan didukung dengan keindahan panorama alam yang selama ini dijadikan sebagai objek wisata, selain itu kabupaten sinjai. juga didukung dengan kekayaan hasil laut, serta hasil pertanian dan perkebunan.

2 komentar:

`.¨☆¨geLLy¨☆¨.´ mengatakan...

salam kenal balik mas...blognya jauh lbh kereNNNN....tukeran link yuKKK....bagus bngttt aku suka,ttng kebudayaan ya...


oOo gtz ya ceritanya ...dewa dewi:)
oya pamana aku juga tinggal di palu,katanya di sana indah bngttt...

keren abiz aku suka


oya maaf aku ga' bs masuk oggix

UCENG HUSAIN mengatakan...

samako" situ jg blgnya bagus banget, boleh yaa kapa2 kt maen telponan aja, tu diblogku ada nohp, biar bisa akrab