Selasa, 03 Juni 2008

Tradisi yang hilang II

Masyarakat adat rongkong telah berada di wilayah tana luwu, sejak abat ketiga, jauh sebelum hadirnya zaman sawerigading di tana luwu.

Komunitas masyarakat adat rongkong, pada abat ketiga, awalnya berdomisili di wilayah dataran tinggi, atau pegunungan berana, tepatnya di kaki puang rongkong tana masakke to tana lalong. Yang artinya tana leluhur.

komunitas masyarakat adat rongkong, hingga kini masih mempertahankan adat dan budaya leluhur mereka, dengan tetap mempertahankan gelar tomakak, bagi tau atau orang yang dituakan.

Tomakaka adalah cikal bakal marang cina torongkonge, sebutan gelar tau toa, sementara marang cina torongkonge, adalah orang yang dipertuan agungkan atau raja.

Sebutan rongkong, adalah asal kata marongko, dimana makna dari marongko, adalah rahmat atau anugerah, hal ini terlihat dari kekayaan sumber daya alam yang dimiliki masyarakat rongkong.

Kebesaran nama rongkong, dapat kita lihat dari banyaknya situs purbakala serta benda-benda peninggalan sejarah leluhur masyarakat adat rongkong, yang tersebar di tana luwu, salah satunya adalah batu situs burbakala dan gua kerajaan peninggalan leluhur tau rongkong yang berada di pegunungan barana atau kaki puang rongkong, di wilayah kabupaten luwu utara.

Didukung dengan kekayaan alam yang dimiliki tana luwu, serta luas wilayah dataran rendah maupun pegunungan, maka tana luwu, atau lebih dikenal dengan bumi sawerigading, tentunya juga memiliki beragam tradisi adat dan budaya, termasuk tradisi budaya adat rongkong.

Walaupun tana luwu, atau bumi sawerigading, telah dimekarkan menjadi tiga kabupaten plus satu kota, yaitu, kabupaten luwu, dengan pusat pemerintahannya bernama belopa, kabupaten luwu utara, pusat pemerintahanya masamba, dan kabupaten luwu timur, pusat pemerintahanya berada di malili, serta kota palopo. Namun masyarakat adat rongkong yang tersebar di tana luwu, masih tetap mempertahankan tradisi adat leluhur mereka.

Bersambung………..